Pages

Senin, 08 Juni 2015

PEREMPUAN BERANGKAT DARI SEJARAH


PEREMPUAN BERANGKAT DARI SEJARAH
Oleh : Lestari Chen
Beranjak dari landasan teori yang diulas oleh Dosen Antropologi UNIMED,  Prof. Bungaran Antonius Simanjuntak dalam buku Harmonious Family (2013:7) pada makhluk manusia purba dulunya dikenal perkawinan bergerombol. Keturunan mereka tidak mengenal ayah tetapi mengenal ibu, yang mereka sebut inang pengasuh. Para ahli menamakannya sebagai metronymic dengan kekuasaan ada dibawah kekuasaan ibu yang dinamakan matriarchal. Garis keturunan yang berkembang ialah garis keturunan ibu matrilineal.
menurut L.H Morgan (1980:41) manusia hidup melalui 8 fase untuk memenuhi  kebutuhan hidupnya, diantaranya fase berburu dan meramu makanan. Fase ini dikenal sebagai fase kelompok primitif. Pekerjaan berburu biasanya dilakukan oleh laki-laki, sementara perempuan bertugas untuk meramu makanan. Selain itu, perempuanlah yang pertama kali menemukan dan mengembangkan sistem bercocok tanam. Inilah sebabnya, dalam pelajaran Antropologi dijelaskan bahwa garis matrilineal, garis ibu yang lahir pertama kalinya.
Hal ini menjelaskan bahwa perempuan pernah menempati kedudukan penting dalam hubungan produksi. Pada awalnya sistem bercocok tanam hanya sebatas pelengkap untuk menutupi kekurangan terhadap kebutuhan kelompok. Namun, seiring perkembangan kebutuhan kelompok  yang terus meningkat, serta sistem bercocok tanam terus berkembang pesat, maka sistem berburu mulai ditinggalkan. Diganti dengan sistem bercocok tanam. Saat itu laki-laki mulai mengambil alih sistem bercocok tanam dan mendominasi dalam hubungan produksi. Laki-laki kemudian menempatkan perempuan pada pekerjaan rumah tangga.
Berkembangnya temuan seperti api dan logam dimasa primitif, telah mengembangkan kemampuan masyarakat untuk melahirkan tombak dan uang. Peran kepala suku mulai beralih menjadi penumpuk kekayaan dan memaksa anggota kelompok untuk menyerahkan miliknya kepada kepala suku. Jika tidak kepala suku akan menindas melalui aparat bersenjatanya.
Dengan demikian corak produksi kelompok primitif hancur. Digantikan oleh corak produksi baru yaitu kehidupan masyarakat didasarkan atas hubungan penindasan antar klas yang disebut dengan masa kepemilikan budak. Dalam masa kepemilikan budak, sebagian besar perempuan berada dalam klas budak tidak memiliki hak apapun atas dirinya.
Penindasan terhadap perempuan, dapat dilihat pada aspek memposisikan perempuan sebagai barang milik pribadi. Ini bisa dilihat, ketika kepala suku memposisikan perempuan sebagai milik pribadinya,”Kamu tidak boleh berhubungan seks dengan orang lain selain saya, namun saya bisa saja berhubungan seks dengan semua  perempuan yang saya miliki.” Praktek ini yang mengilhami terjadinya keluarga monogami ataupun poligami, bergaris keturunan laki-laki (patrilineal).
Jika kita lihat dari segi agama, perempuan dimasa jahiliyah pada umumnya tertindas dan terkungkung. Tapi tidak menutup kemungkinan fenomena ini menimpa diseluruh belahan dunia. Bentuk penindasan dimulai sejak kelahiran sang bayi. Aib besar bagi seorang ayah bila memiliki anak perempuan. Sebagian mereka tega menguburnya hidup-hidup. Ada yang membiarkan hidup tetapi dalam keadaan rendah dan hina. Bahkan perempuan dijadikan sebagai harta warisan dan bukan termasuk ahli waris.
Tidak hanya itu, Adat tradisi budaya timur juga mengekang kebebasan perempuan Indonesia. Adat yang mengharuskan perempuan di rumah mengasuh anak, mendidik -anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui, serta melaksanakan tugas lain yang dikhususkan untuk perempuan.
Kebudayaan Timur lebih mementingkan pandangan yang megikat perempuan pada ,kodrat dan takdir, sehingga adanya pembatasan ruang gerak perempuan. Seorang perempuan tidak berhak mencampuri urusan yang bersangkutan dengan laki-laki. Kebudayaan Timur terlalu menitik beratkan bahwa laki-laki memiliki banyak ruang gerak dan kebebasan dibanding perempuan.
Sistem kehidupan masyarakat Indonesia yang bersifat patriarkal merupakan penyebab nyata perempuan tidak dianggap mempunyai peran banyak di masyarakat, kecuali dalam mengurus rumah tangga dan menjalankan segala aturan adat istiadat. Banyak kesenjangan gender yang terjadi, mencakup berbagai bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, politik, domestik, dan publik. Pemerintahan dan beban ganda termasuk didalamnya. Ini  timbul karena salah penafsiran sistem patriarki pada masyarakat Indonesia yang telah lama tertanam kuat, tidak bisa diubah begitu saja.
Menjadi seorang perempuan bukanlah sesuatu hal yang mudah (simple), karena pada kenyataannya baik itu sejarah awal kehidupan manusia, agama, adat dan tradisi bahkan budaya, telah memperlakukan perempuan dengan keterbatasan untuk memperoleh kebebasan. Walaupun kini zaman telah menjelma menjadi zaman yang modern, tetap saja aturan-aturan yang telah tertanam beratus tahun lamanya telah meninggalkan kesan yang membatasi perempuan.
            Bagi kesadaran para perempuan terhadap zaman yang semakin maju, gagasan tentang nasib ataupun kodrat yang nyaris tidak bisa diubah terasa tidak adil. Setiap manusia, baik itu perempuan maupun laki-laki memiliki kesetaraan dan dapat maju, Sejauh kemampuan dan kesempatan memungkinkan. Pada zaman dulu perempuan menerima begitu saja indentitas dirinya yang sangat dibatasi dengan “kebebasan”. Dengan demikian banyak anggapan bahwa sosok perempuan selalu tertindas secara menyakitkan namun hal itu “Salah Besar!” dan “Sangat Tidak Benar!” Hampir segalanya telah berubah sejak masa emansipasi perempuan melanda bagai air bah di negara Indonesia.
R.A kartini merupakan salah satu Tokoh adanya gerakan emanispasi perempuan. Beliau mengharapkan adanya kebebasan bagi seluruh perempuan agar dapat hidup mandiri.
Hal demikian tersirat dalam sepenggal surat Kartini kepada Ny Van Kol 21 Juli 1902 yang isinya:
Pergilah….
Laksanakan cita-citamu         
Kejarlah untuk hari depan      
Kejarlah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas, dibawah hukum yang tidak adil dan paham-paham yang palsu.
            Arus emansipasi ini semakin meluap membawa kemajuan baru pada transformasi sosial terhadap keadilan kaum perempuan. Ada banyak perempuan hebat Indonesia yang mampu membuktikan arti sebuah kesetaraan, seperti Megawati Soekarno Putri perempuan yang luar biasa ini pernah menjadi ibu pemimpin Negara, periode 2001-2004. Kini beliau sedang genjarnya melakukan berhalatan di dunia politik dengan partai yang telah lama diayominya yaitu PDI Perjuangan. Selain itu, Popularitas Sri Mulyani misalnya di mata internasional semakin berlinang. Ibu Susi perempuan cerdas yang kini berada pada salah satu kabinet kerja Pak Jokowi,Mantan menteri keuangan Indonesia itu kembali masuk dalam jajaran perempuan paling berpengaruh di dunia.        
 Bukan hanya mereka saja, bahkan banyak sekali perempuan Indonesia hebat lainnya yang menjadi seorang pemimpin, perempuan karir, serta mengenyam pendidikan tinggi
. Hal ini menjadi suatu bentuk adanya kehidupan kosmpolitan yang berhasil melahirkan kehidupan-kehidupan dikhomostik, dan terbukti perempuan memiliki peran baik dalam bidang domestik maupun public. Perempuan tidak diam didalam kandang kesepian, melakukan yang terbaik adalah impian seluruh manusia, tanpa adanya batasan apapun itu. Tuntutan zaman dapat memudarkan dan menghilangkan kata bahwa nasib ataupun kodrat perempuan hanya mampu mengerjakan kegiatan terkait dengan sumur, dapur dan kasur.         
            Dengan demikian perlu kita ketahui bahwa dunia bukanlah semata-mata milik laki-laki. Kehadiran perempuan memberikan sumbangan yang khas bagi dunia. Dengan segala keistimewaan perempuan mewarnai dunia sehingga antara laki-laki dan perempuan menujukan adanya keseimbangan dan kesetaraan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Entri yang Diunggulkan

Pengembangan Pembelajaran Antropologi Melalui E-Learning

Materi : Penelitian Etnografi Proses pembelajaran dengan Kurikulum 2013 seyogya pesertadidik menjadi center dan guru sebagai fasilita...

Blogger news

About